Sabtu, 13 April 2013

Penggarap Kebun Anggur Yang Lalim

Penggarap Kebun Anggur Yang Lalim

I. Jadilah penggarap kebun anggur yang baik

Bacaan pada minggu ke-27 masa biasa mengambil bacaan dari Yes 5:1-7, tentang nyanyian kebun anggur; Mzm 80:9,12-16,19-20; Fil 4:6-9; dan Mat 21:33-43 tentang penggarap-penggarap kebun anggur (Bdk Luk 20:9-18; Mrk 12:1-12). Minggu ini, Kristus ingin mengingatkan kita akan tuntutan untuk para penggarap dan para pekerja kebun anggur agar dapat menggarap kebun anggur dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, Kristus mengingatkan seluruh umat beriman, baik di tingkat hirarki maupun awam, untuk benar-benar menghasilkan buah-buah yang limpah, dan dapat menjadi alat Tuhan sehingga orang-orang lain juga dapat menghasilkan buah yang limpah, yaitu semua yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, kebajikan dan patut dipuji (lih. Fil 4:8), atau dalam satu kata adalah ‘kekudusan’.

II. Ayat Matius 21:33-43:

33.  “Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain.
34.  Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya.
35.  Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu.
36.  Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi merekapun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka.
37.  Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani.
38.  Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita.
39.  Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya.
40.  Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?”
41.  Kata mereka kepada-Nya: “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.”
42.  Kata Yesus kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.
43.  Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

III. Telaah dan interpretasi ayat Matius 21:33-43

1. Latar belakang dari perikop

Kalimat pertama Injil Matius bab 21, adalah sebagai berikut: “Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah dekat Yerusalem dan tiba di Betfage yang terletak di Bukit Zaitun…” Bab 21 menandai pemberitaan Kerajaan Allah di Yerusalem, yang berarti semakin dekat dengan penderitaan Kristus. Pemberitaan ini dimulai dengan Yesus dielu-elukan ketika masuk ke Yerusalem (ay.1-11). Setelah itu, Yesus mulai menunjukkan kuasa dan otoritas-Nya, dengan membersihkan Bait Allah, yang disebut oleh Yesus sebagai rumah Bapa (ay. 12-17). Kemudian, kita melihat adanya perikop tentang Yesus mengutuk pohon ara (ay.18-22), yang menunjukkan kuasa Yesus akan segala sesuatu, dan pada saat yang bersamaan Yesus menunjukkan tentang kaum Yahudi – terutama kaum Farisi – yang walaupun telah mengenal Firman Allah, namun tidak menghasilkan buah yang baik. Pertentangan Yesus dengan kaum Farisi tidak terhindarkan, yang dimulai dengan imam-imam kepala yang mempertanyakan kuasa dan otoritas Yesus (ay.23-27).
Yesus kemudian memperjelas kritikannya terhadap imam-imam kepala dan kaum Farisi, dengan memberikan beberapa perumpamaan. Pertama, Yesus memberikan perumpamaan tentang dua orang anak, yang menceritakan bahwa anak pertama tidak menjalankan perintah Bapanya, yang kemudian dikontraskan dengan anak ke-dua – yang walaupun awalnya tidak mau, namun akhirnya menjalankan perintah Bapa (ay.28-32). Dalam perikop ini, anak pertama menggambarkan bangsa Yahudi dan anak kedua menggambarkan bangsa-bangsa non-Yahudi – yang melalui Kristus juga menjadi anak-anak Allah. Kedua, setelah mengkritik bangsa Yahudi secara umum, kemudian Yesus memberikan kritikan yang pedas bagi para pemimpin bangsa Yahudi. Karena Yesus memberikan perikop tentang penggarap-penggarap kebun anggur (ay.33-46), yang menunjukkan secara lebih jelas tentang dosa dari imam-imam kepala dan kaum Farisi, maka mereka menjadi marah dan berusaha menangkap Yesus (ay.46)
Mari kita mengupas perumpamaan dari Mat 21:33-43 dengan lebih mendalam, yang secara prinsip dapat dibagi menjadi:
Ayat 33: Latar belakang perikop: Tentang penggarap kebun anggur
Ayat 34-36: Hamba-hamba utusan-Ku telah dibunuh
Ayat 37-39: Kuutus Putera-Ku, namun Dia juga dibunuh
Ayat 40-41: Tuan tanah menghukum para penggarap kebun anggur yang jahat
Ayat 42-43: Batu yang akan dibuang menjadi batu penjuru dan menjadi keselamatan bagi seluruh bangsa.

2. Ayat 33: Latar belakang perikop: Tentang penggarap kebun anggur

Anggur dan kebun anggur adalah dua hal yang begitu umum dijumpai di dalam bangsa Israel. Bahkan sejak awal, Tuhan menjanjikan tanah yang berlimpah dengan begitu banyak hal termasuk berlimpah dengan anggur (lih. Ul 6:11, 8:8). Begitu berharganya anggur, sehingga ketika 12 perwakilan bangsa Israel yang mengintai tanah Kanaan, maka mereka memotong dahan anggur beserta dengan anggurnya sebagai bukti akan kekayaan tanah Kanaan (lih. Bil 13:23). Anggur dan kebun anggur juga sering digunakan dalam pengajaran-pengajaran, baik dalam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru. Di dalam kitab Yesaya kita melihat di bab 5, nyanyian tentang kebun anggur, yang sungguh berhubungan dengan perikop yang menjadi bahasan kita.
Di Matius 23:33 dikatakan ‘”…Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain.” Adalah hal yang umum bagi pemilik kebun anggur untuk melindungi kebun anggurnya dari serangan binatang liar, seperti rubah, babi hutan, dll (lih. Kid 2:1; Mzm 80:13) dengan mendirikan tembok batu maupun memagarinya dengan pagar duri (lih. Yes 5:5) Kemudian pemilik kebun anggur akan mendirikan menara jaga untuk mengintai dan menjaga agar kebun anggurnya aman. Kemudian, untuk membuat air anggur, maka dibuatlah lobang untuk memeras anggur.
Itu semua adalah fasilitas yang harus ada di dalam kebun anggur. Namun, itu semua tidaklah cukup, karena diperlukan pekerja kebun anggur untuk mencangkul tanah dan membuang batu-batu (lih. Yes 5:2), mencabut tanaman liar merantingi pohon anggur, sehingga kebun anggur dapat menghasilkan buah yang baik. Pemilik kebun anggur dapat mempekerjakan sendiri pekerja-pekerja upahan (lih. Mat 20:1-16) atau dengan menyewakan kebun anggur dan kemudian para penggarap kebun anggur dapat membayar dengan hasil panenan (Mat 21:33-43).
Tuan tanah dalam perikop ini adalah Tuhan sendiri, yang membuka kebun anggur, yaitu umat Israel. (lih. Yes 5:7) Kita juga mengingat perkataan Yesus, “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.” (Yoh 15:1) Sejak awal, Tuhan telah memilih umat Israel sebagai umat pilihan, seperti kebun anggur yang dijaga dengan tembok, melengkapi dengan seluruh perlengkapan – menara jaga, pemeras anggur – sehingga perkebunan anggur itu dapat berjalan dengan baik. Dengan kata lain, Tuhan telah melakukan bagian-Nya dengan sebaik-baiknya. Dan kemudian, Tuhan menitipkan umat Israel (kebun anggur) kepada para pemimpin-pemimpin agama, para imam, ahli taurat, yang diumpamakan dengan para penggarap. Dengan kata lain, para ahli taurat, kaum Farisi dipercaya oleh Tuhan untuk menggembalakan umat Israel, sehingga mereka dapat hidup sesuai dengan Firman Tuhan atau dapat menghasilkan buah yang limpah.
Untuk dapat menghasilkan buah yang limpah, diperlukan kerja keras dari penggarap-penggarap ini, termasuk mencangkul agar tanah menjadi gembur, mencabut tanaman liar, meranting atau membuang ranting-ranting yang mati dan tak berguna. Semuanya ini harus dijalankan secara konsisten, sehingga pada saatnya, kebun anggur akan menghasilkan tanaman yang limpah. Panenan anggur ini kemudian diletakkan di tempat pemeras anggur, diinjak-injak, sehingga sarinya keluar dan mengalir ke satu tempat penampungan untuk kemudian di tempatkan di tempat penyimpanan anggur sehingga dapat menghasilkan anggur yang berkualitas. Dari proses ini, kita melihat bahwa untuk sampai menghasilkan anggur yang berkualitas, diperlukan proses yang begitu banyak. Hal yang sama terjadi dalam kehidupan umat beriman, yang perlu dimurnikan – kadang melalui kejadian-kejadian yang sering menyakitkan, melalui penderitaan, dll – sehingga dapat menghasilkan buah yang limpah dan terus dimurnikan sampai menghasilkan anggur yang berkualitas.

3. Ayat 34-36: Hamba-hamba utusanKu telah dibunuh

Diceritakan dalam perikop tersebut bahwa setelah tiba saatnya musim petik, maka tuan tanah tersebut mengutus hambanya untuk mendapatkan bagian yang menjadi haknya. (ay.35) Siapakah hamba dari tuan tanah ini? Kalau tuan tanah adalah Tuhan sendiri, maka hamba-hamba yang diutus adalah para nabi di dalam Perjanjian Lama, seperti: Yesaya, Yeremiah, Yehezkiel, dll. Namun, bagaimana para penggarap atau ahli-ahli taurat atau kaum Farisi memperlakukan para nabi ini? Dikatakan bahwa para nabi ini dipukul, dibunuh, dilempari dengan batu. Mereka dibunuh karena mereka menyatakan kebenaran dan bahkan dengan teguran yang keras, seperti yang diperintahkan oleh Tuhan. Nabi Yesaya yang menegur dengan keras akan dosa-dosa bangsa Israel, menurut tradisi akhirnya dibunuh dengan digergaji atas perintah raja Manaseh. (lih. Ibr 11:37) Nabi Yeremiah dibunuh dengan dilempari batu. Nabi Yehezkiel, Nabi Mikah, Nabi Amos, Nabi Zakharia juga mempunyai nasib yang sama, yaitu dibunuh dan menjadi martir di dalam Perjanjian Lama. Yohanes Pembaptis juga mengalami nasib yang sama, yaitu dibunuh dengan dipenggal kepalanya. Dalam konteks inilah, Yesus memberikan ayat 35-36 “35 Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. 36 Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi merekapun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka.” (Bdk Ibr 11:36-38)

4. Ayat 37-39: Kuutus Putera-Ku, namun Dia juga dibunuh

Kemudian setelah para nabi Tuhan banyak yang dibunuh, dalam kepenuhan waktu akhirnya Tuhan mengutus Anak-Nya sendiri, yaitu Kristus. Namun apa yang dilakukan oleh kaum Farisi dan tetua-tetua? Mereka melihat bahwa Yesus telah melakukan begitu banyak mukjizat yang menjadi satu tanda bahwa Dia dipandang sebagai nabi. Namun, apa yang dilakukan oleh Yesus adalah lebih dari sekedar nabi, Dia mengatakan bahwa Dia adalah Putera Allah (lih. Yoh 10:36), yang mampu membuat banyak mukjizat, yang mampu membangkitkan orang mati (lih. Mat 9:18-25; Luk 7:11-15; Yoh 11:1-44), dan bahkan mampu mengampuni dosa (lih. Mrk 2:10; Mrk 2:5; Luk 7:48). Menyadari akan hal ini, kaum Farisi bukannya bertobat, namun mereka mengeraskan hati dan memperlakukan Yesus dengan kejam, seperti perlakuan mereka terhadap nabi-nabi di dalam Perjanjian Lama. Dengan tipu muslihat, mereka menangkap Yesus, membawa-Nya keluar dari benteng (dalam perikop digambarkan sebagai ke luar kebun anggur – ay.39), dan kemudian membunuh-Nya dengan menyalibkan-Nya.

5. Ayat 40:41: Tuan tanah menghukum para penggarap kebun anggur yang jahat

Karena kekejaman para penggarap yang membunuh hamba-hamba serta anak dari tuan tanah itu, maka tuan tanah tersebut membinasakan penggarap-penggarap yang jahat dan kemudian menyerahkan tanah garapan itu kepada orang lain. (ay. 40-41) Kebinasaan penggarap-penggarap yang jahat ini akhirnya terjadi pada kehancuran Yerusalem tahun 70 oleh tentara Romawi di bawah kepemimpinan Titus dan Tiberius Julius Alexander. Josephus, sejarahwan berkebangsaan Yahudi melaporkan kejadian yang begitu mengenaskan ini, yaitu terbunuhnya 1,1 juta orang Yahudi dan yang tidak terbunuh, sekitar 97 ribu ditangkap dan dijadikan budak. Bukan hanya makhluk hidup yang dirusak dan dibunuh, bahkan tembok-tembok juga diruntuhkan, sehingga memberikan pemandangan yang begitu mengerikan dan mencekam.[1] Empat puluh tahun sebelum kehancuran Yerusalem, Yesus sendiri telah menangisi Yerusalem dan memprediksi kehancuran Yerusalem secara akurat. (lih.Mat 24:1-28; Luk 19:41-44)
Dalam konteks kita umat beriman, maka kita dapat juga melihat bahwa kalau kebun anggur adalah Gereja, maka sudah seharusnya para pastor, para uskup dan Paus untuk senantiasa menjadi penggarap-penggarap kebun anggur yang bijaksana, yang senantiasa meniru teladan Kristus. Inilah sebabnya, dalam setiap Sakramen Ekaristi, kita senantiasa mendoakan semua klerus agar dapat memimpin umat Allah dengan baik. Sebagai umat beriman yang telah dibaptis, maka kitapun dipanggil untuk juga menjadi pekerja kebun anggur. Dalam kapasitas kita masing-masing, sebagian dari kita harus mencangkul tanah, sebagian merantingi, sebagian mencabut tanaman liar, sebagian membuat anggur, sampai pada akhirnya dihasilkan kualitas anggur yang baik, manis dan harum semerbak.

6. Ayat 42-43: Batu yang akan dibuang menjadi batu penjuru dan menjadi keselamatan bagi seluruh bangsa.

Kemudian, di ayat 42, Yesus mengutip Mzm 118:22-23, yang menuliskan “22 Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. 23 Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Batu penjuru adalah Kristus, yang telah dibuang dan dibunuh oleh bangsa Yahudi. (lih. Ef 2:20) Namun dengan kematian Kristus, maka rahmat Kristus mengalir bukan hanya kepada bangsa-bangsa Yahudi namun juga kepada bangsa-bangsa lain non-Yahudi. Sama seperti batu penjuru mengikat dua dinding, maka Kristus telah mengikat keselamatan bangsa Yahudi dan keselamatan bangsa-bangsa lain.
Setelah misteri Paskah, maka keselamatan juga ditawarkan oleh Kristus kepada seluruh bangsa. Tanda sunat yang sebelumnya menjadi tanda perjanjian, kini berubah menjadi baptisan – yang bersumber dari misteri Paskah Kristus.

IV. Apakah kita telah menjadi penggarap kebun anggur yang baik?

Dari bacaan dan telaah dari Mat 21:33-43 kita seharusnya merefleksikannya dalam kehidupan kita, apakah kita yang telah dipanggil oleh Kristus untuk menjadi pekerja kebun anggur-Nya telah benar-benar menjalankan bagian kita? Kristus telah mendirikan Gereja Katolik, seperti kebun anggur, dan memperlengkapinya dengan kebenaran dokrin dan juga sakramen, seperti tembok yang dipasang mengelilingi kebun anggur untuk melindungi umat Allah. Kristus juga telah mendirikan menara jaga, yaitu Magisterium Gereja, sehingga tidak ada yang tersesat, karena mengetahui kebenaran secara pasti. Sekarang tinggal kembali kepada para penggarap atau pekerja kebun anggur untuk dapat melakukan pekerjaannya secara konsisten dan terus-menerus, sehingga pada waktunya, anggur yang murni, manis dan semerbak dapat dihasilkan.
Apa lagi yang kita tunggu? Ayo, mari bekerja bersama menggarap kebun anggur Tuhan!

Orang Muda Katolik (OMK) di tengah arus hubungan antar agama dan kepercayaan (HAK)

Orang Muda Katolik (OMK) di tengah arus hubungan antar agama dan kepercayaan (HAK)

1. Meluas Sejak ”Zaman Kita

Arus dialog antar-agama makin kuat sejak 1960-an. Seperti teologi pembebasan, teologi pluralisme agama-agama memiliki akar resminya dari Konsili Vatikan II (1962-1965), dan benihnya diperkenalkan kepada Gereja oleh Paus Paulus VI dalam ensikliknya Ecclesiam Suam (6 Agustus 1964). Teologi pluralisme agama-agama ini merupakan buah dari panggilan Konsili bagi Gereja agar berada dalam dialog dengan agama-agama lain. Jika teologi pembebasan mengambil titik pijak pada dokumen Gaudium et Spes (“Kegembiraan dan Harapan”), maka teologi pluralisme agama-agama berpijak pada dokumen Nostra Aetate (”Zaman Kita”), deklarasi hubungan Gereja terhadap agama-agama non-Kristen. Walaupun dokumen yang ditetapkan tahun 1965 ini ini singkat saja, hanya 5 artikel, namun telah secara signifikan mengubah sikap Gereja Katolik dalam membangun  hubungan dengan masyarakat dan agama-agama lain. Khususnya, artikel di bawah ini sangat revolusioner, paling tidak menurut standard Gereja tahun 1960-an:
”Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci dalam agama-agama [!: The Catholic Church rejects nothing which is true and holy in these religions]. Dengan sikap hormat dan tulus, Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran yang menerangi semua orang” (NA, 2). Sampai di sini kita teringat pula akan Lumen Gentium : ”Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta GerejaNya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendakNya yg mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal” (LG, 16)
Catatan berikutnya dalam NA artikel 2 itu mengingatkan, bahwa Gereja tidak mau terjebak dalam indiferentisme:
”Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diriNya (2Kor 5:18-19). Di sini ingatan melayang ke LG 14 yang berseru untuk orang Katolik sendiri: ”Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah pengantara dan jalan keselamatan yakni Kristus. Ia hadir dalam TubuhNya yakni Gereja. Dengan jelas-jelas  menegaskan perlunya iman dan baptis (Mrk 16:16; Yoh 3:5), Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja… Maka andaikata ada orang yang benar-benar tahu bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tak mau  masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan”
Alinea terakhir NA 2: ”Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta peri hidup Kristiani, mengakui, memelihara, dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya yang terdapat pada mereka.
Setelah itu, menguatlah arus dialog antar-agama dalam kepala dan anggota-anggota tubuh Gereja Katolik, dibandingkan era sebelumnya. Federation of Asian Bishops’ Conferences (FABC) dalam sidang-sidangnya sejak tahun 1990 – 1995 bergembira dengan arus teologi pluralisme. Tidak heran karena konteks Asia menuntut Gereja berdialog dengan agama-agama lain di samping dengan budaya-budaya  dan realitas kemiskinan. Memang, agama-agama besar terlahir di Asia. Bahkan penerbitan dokumen  Dominus Iesus 5 September  2000 oleh Kongregasi Ajaran Iman, yang menekankan karya penyelamatan Allah melalui Kristus dalam Gereja Katolik Roma,  yang sebenarnya mirip LG 14,  tidak mematahkan semangat dialog, selain malahan menegaskan bahwa alasan  dialog memang diakui muncul  karena adanya perbedaan dalam hidup bersama. Isu-isu teologis yang timbul sejak Dominus Iesus tetap menunjukkan bahwa sikap positif atas dialog tetap menempati 95%, sedangkan penolakan atas dialog pasca terbitnya dokumen itu hanya 1% (Edmund Chia, Towards a Theology of Dialogue: Schillebeeckx’s Method as Bridge between Vatican’s Dominus Iesus and Asia’s FABC Theology. Bangkok: 2003). Komisi Dialog atau Hubungan Antar Kepercayaan di FABC, KWI serta Keuskupan dan Paroki pun dibentuk untuk mengembangkan dialog dengan agama-agama lain, memantapkan hubungan ekumenis, dan relasi dengan penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dialog kemudian berkembang dalam tujuh (7)  bentuk: (1) dialog kehidupan, (2) dialog dalam hidup sehari-hari, (3) dialog karya, (4) kerja sama antar lembaga, (5) dialog pakar, (6) pemahaman dalam persahabatan, (7) dialog pengalaman religius. Dengan demikian sebenarnya bisa ditegaskan  kebenaran  iman kita ini: Allah sendiri-lah yang menghendaki ”keluar dari dirinya sendiri”, mendatangi manusia untuk berdialog dengan manusia untuk menyelamatkan manusia.

2. Realitas Orang Muda Katolik (OMK) Dalam Arus Dialog

Rapat Pengurus Komisi Kepemudaan KWI 12 Februari 2009, menegaskan agar klausul ”mengembangkan wawasan dan pengalaman dialog dengan agama-agama lain” dimasukkan dalam rancangan Pedoman Pastoral OMK. Usulan atas kalimat itu dalam Pedoman Pastoral OMK itu bukannya tanpa alasan. Arus zaman menuntut kita berdialog antar agama, dan Komisi Kepemudaan semestinya mengajak OMK berlatih berdialog. Maka, dialog antar-agama mesti menjadi perhatian Komisi Kepemudaan pula. Kita tahu dari pengalaman, betapa urusan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) selama ini terkesan menjadi urusan orang tua. Padahal di lapangan, banyak ajakan berdialog kepada OMK di tingkat paroki, kevikepan/dekenat, maupun keuskupan, dan nasional baik oleh pemerintah maupun majelis agama-agama dan forum-forum lintas agama. Kebutuhan untuk menampilkan OMK dalam panggung dialog ini hendaknya bukan hanya karena desakan rasa malu karena selama ini kita sukar memenuhi undangan dari saudara-saudara kita karena minimnya OMK yang mau dan mampu terlibat, namun hendaknya didorong dari dalam oleh ketulusan hati yang penuh syukur atas kasih Allah yang menggapai semua orang.  Kesungguhan untuk melibatkan OMK dalam HAK sebenarnyalah bukan karena OMK kita selama ini ”mengkawatirkan” jika harus menjelaskan pengetahuan iman Katolik mereka di antara teman-teman agama-agama lain yang begitu percaya diri, namun lebih-lebih karena perutusan oleh Tuhan sendiri untuk menaburkan  cinta kasihNya demi terwujudnya Kerajaan Allah di dunia.

3. Harapan atas OMK di Tengah Arus Dialog Agama-Agama

Pastoral OMK mesti menganut blue ocean management. Karya kepemudaan tak bisa mengincar satu bentuk saja. Fokus Karya KomKep memang hanya satu yakni pengembangan OMK secara holistik pada katolisitas/spiritualitas, kepribadian, kemasyarakatan, kepemimpinan/organisasi dan profesionalitas.  OMK Indonesia dengan segala dimensinya harus berkembang, dengan program, bentuk dan cara kegiatan yang beraneka ragam dan banyak pilihan, termasuk pengembangan diri OMK dalam hal dialog antaragama dan kepercayaan. Oleh karena itu, pastoral OMK dalam konteks HAK semestinya:
  1. Menetapkan tujuan pelibatan OMK dalam HAK, berdasar needs analysis, tentu saja bisa dipakai berbagai alat analisis, seperti SWOT, dll, namun juga alat pikir tiga poros keadaban publik (NotaPastoral KWI 2004).
  2. Menetapkan desain program yang nyata dalam kerja sama dengan Komisi HAK. Pembinaan Orang Muda Katolik yang holistik, bersama Komisi HAK semoga berani membidik keberanian OMK agar menghayati iman dengan praktek hidup, aktif terlibat dalam hidup kemasyarakatan,  berjiwa pejuang wirausaha, menjalani studi dengan baik, mudah berefleksi, mudah mengayunkan hati dalam doa, dan ringan hati menjalin persahabatan dengan teman-teman agama-agama dan kepercayaan lain. Pendek kata, menghasilkan OMK yang siap berdialog dalam ketujuh bentuknya di atas dengan teman-teman agama-agama lain.
  3. Menumbuhkan minat OMK akan pengetahuan imannya. Kenyataan ini berbanding lurus dengan kemalasan membaca kekayaan iman dan intelektual, suatu depositum fidei yang dalam dan luas dari Gereja Katolik. Kemalasan dan minimnya pengetahuan iman yang menjadi suatu batu sandungan jika ingin suatu dialog yang lebih mendalam dengan teman-teman agama-agama lain. Apa yang mau didialogkan jika tak tahu persis mengenai aspek-aspek pengetahuan imannya sendiri? Apa bisa berdialog jika tidak terjun langsung dan segera bergaul dengan teman-teman muda  dari agama-agama lain?

4. Peluang

Zaman kita memberi peluang baru yakni  minat OMK akan teknologi informasi terkini. Jika orang muda Katolik mulai membangun jejaring  dalam berbagai minat dengan aneka milist, facebook, twitter, blog, website, tentu saja alat ini akan berguna pula bagi pengembangan jejaring muda Katolik penggerak HAK. Yang saya maksud bukanlah media kontak-kontak romantisme belaka, namun terlebih bagaimana memakai media internet untuk  menambah pengetahuan iman Katolik bagi OMK, dan berdialog dengan agama-agama lain dalam 7 bentuknya di atas. Beberapa website Katolik yang dikelola dengan baik oleh umat bisa ditautkan dengan website OMK dalam rangka membina HAK. Orang muda agama lain bisa diundang agar berinteraksi di dalamnya untuk berdialog. Semoga.
Yohanes Dwi Harsanto Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI. Tulisan ini pernah dipaparkan dalam diskusi Komisi HAK Regio Jawa, Februari 2009.

Katekis: Pelaksana tugas Gereja mengajar

Katekis: Pelaksana tugas Gereja mengajar

1. Panggilan hidup sebagai Katekis

Siapa itu katekis? Katekis adalah semua umat beriman kristiani, baik klerus maupun awam yang dipanggil dan diutus oleh Allah menjadi seorang pewarta Sabda Allah. Dengan kata lain profesi kehidupan seorang katekis adalah mengajar, mewartakan Sabda Allah. Kita harus menyadari bahwa pewartaan Sabda Allah adalah bagian penting dari tugas pokok Gereja. Pewartaan Sabda Allah adalah juga tugas pokok dari semua umat beriman sebagai murid-murid Kristus. Hal itu diperintahkan oleh Kristus kepada murid-muridNya: “Pergilah jadikanlah  semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28,19). Lebih jelas dan terang lagi dalam Markus 16, 15-16: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum”. Dari apa yang telah dijelaskan di atas jelas bahwa seorang katekis tidaklah harus seorang awam, kleruspun adalah katekis. Pastor paroki adalah katekis utama (katekis dari para katekis) dalam parokinya yang bertugas mengajar agama dan moral kristiani kepada umat yang dipercayakankan kepadanya. Sangat disayangkan, tidak banyak Pastor atau katekis yang bekerja di Paroki tekun dalam pengajaran bagi umat (katekese bagi anak-anak, remaja, mudika, orang tua, pembinaan umat tahap mistagogi sesudah komuni pertama, pembinaan keluarga pasca perkawinan tidak terurus). Katekese hanya sebatas pendalaman iman pada masa Prapaskah (APP) dan masa Advent (AAP) saja, bukan menjadi kegiatan rutin bulanan..
Pada hal dalam Hukum Gereja, tugas mengajar adalah bagian penting dan utama dari Gereja di tengah dunia seperti tercantum dalam Buku III, dengan judul “Tugas Gereja Mengajar”.
Kan. 747, # 1: “Kepada Gereja dipercayakan oleh Kristus Tuhan khazanah iman agar Gereja dengan bantuan Roh Kudus menjaga kebenaran yang diwahyukan tanpa cela, menyelidikinya secara lebih mendalam serta memaklumkannya dan menjelaskannya dengan setia. Gereja mempunyai tugas dan hak asasi untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa, pun dengan alat-alat komunikasi sosial yang dimiliki Gereja sendiri, tanpa tergantung dari kekuasaan insani manapun juga.
# 2. Berwenang untuk selalu dan di mana-mana memaklumkan asas-asas kesusilaan, pun yang menyangkut tata-kemasyarakatan dan untuk membawa suatu penilaian tentang segala hal-ikhwal insani, sejauh hak-hak asasi manusia atau keselamatan menuntutnya”.
Panggilan menjadi Katekis adalah panggilan luhur yakni mengambilbagian dalam tugas pengajaran Yesus Kristus di dunia sebagai guru/nabi. Katekis di Paroki tidaklah selalu formal yakni mereka yang memiliki ijazah bidang studi keteketik tetapi umat awam yang memiliki semangat belajar dan mampu mengajarkan iman katolik secara baik dan benar juga dapat menjadi katekis Paroki.

2. Tugas pokok seorang Katekis

Berbicara tentang tugas pokok katekis, dapat kita lihat dalam uraian KHK, 1983 kan. 773:  “Menjadi tugas khusus dan berat, terutama bagi para gembala rohani, untuk mengusahakan katekese umat kristiani agar iman kaum beriman melalui pengajaran agama dan melalui pengalaman kehidupan kristiani, menjadi hidup, disadari dan penuh daya”.

1. Mewartakan Sabda Allah

Jelas dalam teks tersebut tercantum tugas pokok katekis adalah mewartakan Sabda Allah melalui pengajaran agama (katekese), membagi pengalaman hidup kristiani, dan penghayatan hidup beriman. Katekis bersama Pastor paroki yang juga katekis bertugas mengajar iman umat Allah yang dipercayakan kepadanya. Bukan saja bagi para orang tua tetapi mulai dari anak-anak sampai dengan kakek-nenek, semua usia, semua golongan. Itulah yang disebut dengan Bina Iman yang berkesinambungan. Sering Pastor sibuk dan kurang memberikan waktu bagi pembinaan, maka katekislah yang mengajar umat beriman. Mengajar umat beriman bukan saja dengan kata-kata melainkan dituntut kesaksian hidup dari seorang katekis.

2. Memberi Kesaksian

Pengajaran adalah proses pengalihan ilmu, ajaran, ide, gagasan, informasi, pokok pikiran, pengalaman kepada seseorang anak didik (pendengar). Proses pentransferan itu adalah agar anak didik (pendengar) setelah menerima pengajaran memahami apa yang diajarkan oleh gurunya dan menerima materi pengajaran itu sebagai miliknya. Katekese adalah sebuah proses pengajaran agama dan moral kristiani kepada umat. Tujuannya adalah agar umat beriman semakin diteguhkan imannya, diperkaya, dibaharui sehingga mampu menjadi saksi dari ajaranNya. Tujuan pengajaran agama itu tercapai bila katekis tidak hanya memberi pengetahuan ajaran, informasi, gagasan melainkan juga kesaksian hidup dari katekisnya. Orang akan lebih mudah menerima pengajaran agama dengan contoh, kesaksian hidup dari pada hanya ajaran, ide, gagasan saja. Hendaknya apa yang diajarkan sesuai dengan apa yang dipraktekkan dalam kehidupan oleh katekis sendiri. Bukan sebaliknya, kesaksian hidup seorang katekis menjadi batu sandungan bagi umat beriman atau bagi calon baptis. Karena itu, seorang katekis memiliki spiritualitas yang utuh dan dewasa berfungsi seperti seorang gembala.
Dengan kata lain, kesaksian hidup katekis/guru agama adalah penting bagi umat beriman. Oleh karena itu dibutuhkan keselarasan antara pengajaran dan praktek hidup. Untuk itu, sikap yang dituntut seorang katekis/guru agama adalah mengamalkan apa yang diajarkan kepada umat beriman. Dia harus memberi contoh hidup apa yang diajarkan kepada umatnya. Bukan sebaliknya justru menjadi batu sandungan dan menghalangi umat beriman untuk mengetahui tentang ajaran kristiani dan mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan penyelamat.

3. Spiritualitas seorang Katekis

Spiritualitas seorang katekis bersumber pada katekis ulung dan sejati kita yakni Yesus Kristus. Dialah Guru sejati, sang gembala agung yang mengajar dengan sempurna baik perkataan dan perbuatan kepada umat-Nya.

1. Kesetiaan terhadap Sabda Allah

Kristus menyerahkan diri kepada para rasul (Gereja) misi untuk mewartakan Kabar Baik kepada semua bangsa. Pewartaan kabar baik kepada semua bangsa dengan menyalurkan iman, menyingkapkan, dan mengalami panggilan kristiani. Supaya pelayanan Sabda sungguh kena sasaran, katekis hendaknya menyadari konteks kehidupan umat dan kesaksian hidupnya. Hendaklah katekis memperhatikan pewartaan eksplisit misteri Kristus kepada umat beriman, kepada mereka yang tidak percaya dan bukan Kristiani. Kesadaran mutlak perlunya bertumpu pada Sabda Allah dan tetap setia terhadap Sabda Allah, tradisi Gereja, untuk menjadi murid-murid Kristus yang sejati dan mengenal kebenaran (bdk. Yoh. 8:31-32).

2. Sabda dan kehidupan

Kesadaran akan misinya sendiri untuk mewartakan Injil selalu harus diungkapkan secara konkret dalam hidup berpastoral bagi seorang katekis. Pelbagai situasi kehidupan berparoki sebagai tempat pelayanan dilaksanakan akan hidup dalam terang Sabda Allah. Para katekis/guru agama hendaknya senantiasa hidup dalam Sabda Allah. Semangat hidup itu didorong oleh Rasul Paulus yang berseru: “Celakalah aku, kalau tidak mewartakan Injil” (I Kor. 9:16), para katekis hendaknya tahu bagaimana memanfaatkan seluruh sarana dan media komunikasi untuk mewartakan Sabda Allah. Pewartaan Sabda Allah begitu mendesak karena masih begitu banyak orang belum mengenal Kristus. Hal itu mencerminkan seruan Paulus: “Bagaimana mereka dapat percaya akan Dia (Yesus Kristus Tuhan), jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?” (Rom. 10:4).

3. Sabda dan Katekese

Katekese memainkan peranan penting sekali dalam misi pewartaaan Injil, upaya yang utama untuk mengajarkan dan mengembangkan iman (bdk. Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik; “Catechesi Tradendae” tgl. 16 Oktober 1979, AAS, 71, 1979). Para katekis termasuk di dalamnya Imam (katekis) rekan kerja Uskup hendaknya mengkoordinasi dan membimbing kegiatan katekese jemaat yang dipercayakan kepadanya. Sebagai guru dan pembina iman, Imam dan  katekis/guru agama hendaknya menjamin agar katekismus, khususnya berkenan dengan sakramen-sakramen, merupakan bagian utama pendidikan Kristiani jekuarga dan pelajaran agama.

4. Penutup

Gereja lokal akan kokoh kuat jika iman umat beriman juga kuat. Iman akan kuat jika ada katekese, pengajaran/pembinaan iman jemaat secara berkesinambungan dan berjenjang (mistagogi). Meskipun demikian tugas ini kadang tidak dijalankan. Pada hal inilah tugas utama Gereja: mewartakan Injil kabar gembira kepada semua bangsa. Oleh karena itu melalui semangat kanon 747 dan 773, para katekis hendaknya melayani tanpa pamrih, berkorban, mengutamakan pelayanan kepada umat, mampu bekerjasama dengan Pastor Paroki, bekerjasama dengan umat agar pelayanan iman dan kehidupan rohani umat dapat terurus dengan baik. Pembinaan bagi para katekis oleh komisi Kateketik di tingkat keuskupan sudah merupakan tuntutan, demi peningkatan mutu/kualitas para katekis dan pembaharuan diri dalam pelayanan dan pewartaannya.
Kepustakaan:
1.      Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik; “Catechesi Tradendae” tgl. 16 Oktober 1979, AAS, 71, 1979.
2.      Codex Iuris Canonici 1983, PP John Paul II.
3.      Exegetical Commentary on the Code of Canon Law, Faculty of Canon Law University Navarre, Chicago 2004.

Akolit (misdinar)

Apakah tugas Akolit (misdinar)?
misdinarAkolit merupakan panggilan pelayanan. Namun pertama-tama harus disadari bahwa akolit merupakan anggota umat beriman. Dalam persekutuan liturgis tersebut ia merupakan bagian dari umat Allah. Ia harus hadir sebagai umat dengan tujuan utama merayakan peristiwa keselamatan dalam liturgi.  Bersama dengan umat Allah, seorang akolit dipanggil untuk melaksanakan tugas pelayanan khusus yakni mendampingi pemimpin perayaan pada saat-saat tertentu demi memperlancar tugas pemimpin. Dengan demikian secara tidak langsung akolit melayani juga umat yang datang untuk merayakan liturgi di bawah pimpinan selebran utama. Seluruh pelayanan akolit harus menjadi doa, bukan semata-mata satu pelayanan teknis.
Dalam liturgi Gereja, kita mengenal macam-macam pelayan khusus. Ada pelayan yang menjalankan tugasnya berdasarkan tahbisan seperti diakon, imam, uskup, paus. Tetapi  ada juga pelayan tak tertahbis. Pelayan tak tertahbis mengemban tugas khusus berdasarkan imamat rajawi yang mereka terima pada saat pembaptisan. Pelayan tak tertahbis itu antara lain pemimpin koor, pembawa bahan persembahan, akolit, dan lektor.
Inti dari seluruh perayaan liturgi adalah menghadirkan misteri keselamatan. Seluruh umat Allah merayakan misteri keselamatan. Dalam perayaan tersebut, semua tugas pelayanan membantu mengarahkan perhatian umat kepada inti misteri keselamatan. Dengan pelayanan para akolit serta pelayan liturgi lainnya, diharapkan umat menghayati atau mengalami inti misteri yang dirayakan. Pusat perhatian harus diberikan kepada inti misteri. Hendaknya akolit menarik perhatian umat kepada inti misteri bukan kepada dirinya sendiri. Ia mesti berusaha agar umat dapat lebih bersatu dengan inti misteri yang sedang dirayakan. Oleh karena itu seluruh sikap atau gerak-gerik dan perhatian dari akolit harus diarahkan atau dipusatkan kepada inti misteri itu. Seperti semua pelayan liturgi lain, seorang akolit harus ikhlas, jujur, wajar. Ia harus mampu mengungkapkan misteri Allah dengan anugerah-Nya dan keterbukaan manusia terhadap misteri itu. Penampilan yang jujur dan ikhlas perlu sekali. Ia harus memelihara dan menjaga seluruh gestikulasi yang berhubungan erat dengan mata, wajah, tangan, kaki. Dengan kata lain ia harus memelihara disiplin tubuhnya dan tentu saja disiplin hati. Tubuh dan hati yang punya disiplin akan jauh lebih mudah mengarah kepada sumber keutuhan dan disiplin itu sendiri yaitu Tuhan. Dengan cara itu ia menarik perhatian umat kepada inti misteri perayaan, kepada Tuhan dan karya-karya-Nya yang agung.
Berdasarkan pemahaman ini, dapat dilihat bahwa pelayanan seorang akolit memiliki tiga dimensi. Pertama, dengan pelayanannya seorang akolit membantu menghadirkan misteri keselamatan yang datang dari Allah. Di sini seorang akolit melayani Allah. Kedua, seorang akolit pun melayani umat dalam arti membantu mengarahkan perhatian umat kepada inti misteri keselamatan. Ketiga, secara teknis seorang akolit melayani imam atau diakon, yang bersama-sama bertugas untuk melayani Allah dan umat Allah.
Pelaksanaan Tugas Akolit
Peran akolit yang mendapat perhatian kita di sini adalah fungsi teknisnya untuk membantu imam ataupun diakon. Walaupun dikatakan bahwa ini fungsi teknis, pelaksanaan fungsi inilah yang merangkum ketiga dimensi dari fungsi seorang akolit. Melalui pelayanannya kepada imam atau diakon, seorang akolit melayani kehadiran Allah dan juga melayani umat dalam memberikan tanggapan terhadap sapaan Allah. Dengan menjalankan sebaik-baiknya tugas pelayanan yang sifatnya teknis itu, ia mengarahkan seluruh perhatian kepada inti misteri yang dirayakan.  Seluruh sikap gerak geriknya mesti mengarah pada inti misteri dan menarik perhatian umat ke sana. Fungsi akolit tak terlaksana bila dengan gerak geriknya ia menarik perhatian umat kepada dirinya atau kepada hal lain.  Dalam hal ini akolit harus memiliki disiplin diri: disiplin hati dan budi, disiplin gerak, disiplin mata.
Akolit sesuai dengan fungsinya selalu bersama pemimpin liturgi. Ia melayani pemimpin liturgi mulai dari sakristi hingga kembali ke sakristi. Ia melayani pemimpin upacara supaya pemimpin liturgi itu dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan lancar.
Berikut ini diuraikan tugas-tugas akolit menurut tahap-tahap perayaan liturgi khususnya Ekaristi. Agar memudahkannya, tahapan ini dibedakan ke dalam Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Persiapan Persembahan, Doa Syukur Agung, Komuni, dan Ritus Penutup.
Ritus Pembuka:
Ritus Pembuka dimulai dari sakristi dan diteruskan dengan perarakan menuju ke altar sementara koor atau umat menyanyikan Lagu Pembuka.
Tugas akolit di sini adalah sebagai berikut:
  1. Berjalan bersama imam, berarak bersama mendahului imam. Dengan seluruh sikapnya akolit turut membantu menyiapkan seluruh umat mengambil bagian dalam perayaan sambil mewartakan bahwa Tuhan sedang mendatangi umat-Nya dan mau tinggal di tengah mereka. Para akolit membawa serta sejumlah peralatan liturgis yang secara simbolis mengungkapkan penghormatan kepada Tuhan yang datang ke tengah umat. Peralatan peralatan itu antara lain (khususnya dalam perayaan meriah):
    1. Api dalam stribul (wiruk) dan kemenyan untuk pedupaan.
    2. Salib yang diapit lilin-lilin bernyala.
    3. Bejana dengan air berkat dan alat percik
    4. Lonceng, bila perlu, untuk memberi tanda bahwa perayaan akan segera dimulai.
    5. Tongkat kegembalaan dan mitra uskup (dalam perayaan meriah yang dipimpin Uskup).
  2. Di depan altar akolit bersama pemimpin memberi hormat kepada Allah yang hadir di dalam tempat ibadah. Sesudahnya akolit meletakkan peralatan liturgis di tempatnya yang tepat. Misalnya, lilin dapat diletakkan di dekat atau di atas altar, salib dapat dipancangkan di sebelah kiri altar (terutama kalau tak ada salib besar yang menghadap umat) atau dibawa ke sakristi. Pembawa pedupaan mendekati altar dan melayani imam untuk mendupai altar dan salib. Sementara itu akolit yang lain berdiri di tempat yang telah disediakan. Kalau pernyataan tobat dibuat dengan percikan air berkat, akolit atau putra-putri altar membantu membawa air berkat sambil menghantar imam untuk mereciki umat.
  3. Akolit dapat melayani imam dengan memegang buku misa di dekat kursi imam agar dapat dibaca oleh pemimpin dengan mudah dan dengan sikap tangan yang sesuai. Akolit dapat juga membantu imam atau diakon untuk mempersiapkan buku misa di altar.
Liturgi Sabda:
  • Pada waktu Mazmur tanggapan hampir selesai dibawakan, akolit mengambil pedupaan untuk dibakar oleh imam.
  • Bila ada perarakan Kitab Suci, pembawa pedupaan dan lilin mengambil bagian dalam perarakan itu. Tempat mereka ada di depan perarakan .
  • Akolit pembawa lilin mendekati mimbar sabda lalu berdiri di sampingnya.
  • Di depan mimbar Sabda pembawa pedupaan melayani diakon atau imam untuk mendupai buku bacaan Injil (Evangeliarium).
  • Setelah bacaan Injil, para akolit meletakkan peralatan liturgi di tempatnya dan kembali ke tempat duduk masing-masing.
Persiapan Persembahan dan Doa Syukur Agung (DSA)
Pada waktu persiapan persembahan dan DSA tugas dari para akolit adalah:
  • Menghantar wakil-wakil umat yang membawa bahan-bahan persembahan ke altar.
  • Menyiapkan stribul (wiruk) dan kemenyan.
  • Membantu imam menyiapkan altar.
  • Menyiapkan altar ( kalau tidak ada diakon, dan kalau mendapat persetujuan dari imam, jadi harus ada konsultasi lebih dulu dengan imam): menghamparkan kain corporale di tengah altar dan meletakkan di atas kain korporale peralatan-peralatan Ekaristi seperti piala dengan pala (penutup piala), patena dengan hosti besar, sibori dengan hosti kecil di dalamnya, kain purifikator (kain pembersih piala).
  • Melayani pemimpin untuk mencuci tangan dengan membawa air dan kain lavabo (untuk mengeringkan tangan yang basah). Bila ada pendupaan, ritus cuci tangan ini dibuat sesudah pendupaan. Ketika mengambil pedupaan akolit tunduk di depan altar. Api dalam stribul (wiruk) harus sedang membara agar mudah terjadi pembakaran kemenyan bila dicampur dalam api yang akan menghasilkan kepulan asap dan bau harum mewangi. Hendaknya kemenyan tidak dicampur dengan tepung lilin atau bahan lain yang mengurangkan atau menghilangkan keharumannya.
  • Membantu imam dalam pendupaan, mendupai imam pemimpin (lalu konselebran kalau ada) dan mendupai umat. Sebelum pendupaan para konselebran dan umat baiklah diberi tanda supaya mereka berdiri dan  menundukkan kepala lalu akolit mendupai mereka. Pendupaan dibuat 3 x 3.
  • Membunyikan lonceng kecil atau alat bunyian lain (sesuai kebiasaan setempat) pada saat awal epiklesis, awal kisah institusi dan sesudah kata-kata konsekrasi.
  • Membuat pendupaan di depan altar pada saat hosti dan anggur yang kudus dihunjukkan.
Komuni
  • Akolit dapat juga menjalankan fungsi pelayanan komunio (membagi komunio). Akolit dengan tugas khusus ini disebut “pelayan komuni tak lazim”.
  • Bila disetujui oleh imam akolit dapat membersihkan dan merapihkan perlengkapan misa sesudah komunio di altar atau di meja credens.
  • Memberikan komuni pada orang sakit yang bisa dilakukan sesudah misa.
Ritus Penutup
  • Memberikan penghormatan di depan altar.
  • Mengantar imam kembali ke sakristi.